Kamis, 31 Juli 2008

NIKMAT ALLAH VS KEPATUHAN KITA

HITUNG-HITUNGAN DENGAN ALLAH

Sebuah acara infotaintment yang ditayangkan salah satu TV swasta mengupas tuntas berita tentang dilarangnya konser si “ratu ngebor” Inul Daratista di Johor Bahru, Malaysia. Dalam tayangan diberitakan betapa shock-nya Inul mendengar pelarangan konsernya oleh Pemerintah daerah setempat secara sepihak, padahal sejak semula panitia sudah mengantongi ijin. Tampak Inul sampai pingsan dan lemas, dipapah oleh Tim Manajemennya, bahkan sesampai di kamar hotelnya Inul sampai berteriak histeris! Menggambarkan betapa rapuhnya mental Inul

Saya sama sekali bukan penggemar atau pendukung Inul, bukan anggota FBI (Fans Berat Inul), bahkan sejak semula Inul ngetop dengan goyang ngebornya 5 – 6 tahun silam, saya termasuk yang risih melihatnya tampil di atas panggung sambil berkali-kali membelakangi penonton untuk mempertontonkan – maaf – pantatnya yang bergoyang-goyang ala gerakan mesin bor, sambil ratusan pasang mata penonton membelalak, na’udzubillah! Apalagi pakaiannya ketat membalut tubuh, mencetak dengan jelas lekuk-liku tubuh moleknya yang sintal. Penonton yang mayoritas kaum Adam, pastilah tergiur dengan kemolekan tubuhnya dan goyangannya yang bisa bikin aliran darah jadi lebih cepat dan jantung berdegup lebih kencang!

Kritikan pedas terhadap goyangan Inul kala itu – terutama yang dimotori raja dangdut Rhoma Irama – kontan menghadapi serangan balik dari para pendukung tontonan sensual. Pro – kontra yang timbul justru makin melambungkan popularitas Inul dan membuatnya makin laku keras.Terjadilah “simbiosis mutualisme” antara Inul dan para pendukung pornografi dan pornoaksi. Ketika DPR sedang disibukkan membahasa RUU APP (Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi) beberapa tahun lalu, Inul kerap ikut berdemo bersama para aktivis lainnya, menolak RUU tersebut. Menurut kelompok ini, aksi semacam yang dilakukan Inul sama sekali bukanlah pornoaksi. “Kemenangan” berada di pihak kelompok ini. Terbukti sampai sekarang RUU tersebut tak pernah kelar apalgi resmi disahkan sebagai Undang-Undang.

Dua tahun belakangan kontroversi itu sudah tak lagi mengemuka. Inul sudah bebas berekspresi. Namun kasus pelarangan konsernya di Johor Bahru tiba-tiba menyentakkan jagad hiburan. Kabarnya, Inul shock berat bukan cuma karena konsernya dibatalkan, tapi terlebih dia takut menghadapi opini publik dan pemberitaan pers di negeri sendiri, sampai-sampai ia takut pulang ke Indonesia. Tak tahu harus berkata apa bila pers menyerangnya dengan berbagai pertanyaan seputar pembatalan konsernya.

Dalam kesedihannya itu Inul mengungkapkan suara hatinya kepada wartawan infotainment yang mewawancarainya. Yang paling menggelitik hati saya antara lain pernyataannya bahwa ia kini sudah berhaji, jadi tak akan lagi menyuguhkan goyangan yang tergolong pornoaksi. Berarti, dengan kata lain Inul mengakui bahwa aksi panggungnya sebelum ia pergi haji termasuk kategori “pornoaksi” dong! Nah, kalo selama ini Inul aktif ikutan demo menolak RUU APP dan ngotot bahwa goyangannya bukanlah pornoaksi, berarti itu bentuk kemunafikan dirinya sendiri dong?!

Yang lebih membuat saya mengelus dada, Inul sempat berkata bahwa ia sempat kecewa dan marah pada Tuhan. Kurang lebih ungkapan kalimat Inul seperti ini : “Kupikir Tuhan sudah gak sayang lagi sama aku. Kalo gitu aku gak mau sholat lagi ah!”. Walau kemudian Inul mentertawakan kemarahannya itu, namun ada hal penting yang kiranya perlu digarisbawahi dan kita renungkan bersama.

Semudah itukah kita memvonis Allah tak sayang lagi pada ummatnya? Lalu bagaimana dengan rahmatNYA yang bertebaran di muka bumi yang sejak kita dilahirkan sudah kita reguk sepuasnya? Tidakkah semua itu bukti kasih sayang Allah yang selalu kita lupakan mensyukurinya, karena kebanyakan dari kita berpikir bahwa semua itu “memang sudah seharusnya” demikian. Kalau saja sekali waktu Inul membaca tulisan ini, saya ingin mengajaknya merenungkan dan menghitung nikmat apa saja yang telah Allah berikan padanya serta balasan apa yang sudah Inul persembahkan pada ALLAH. Apakah sudah sepadan nikmat yang diterima Inul dengan ketaatannya pada Allah?!

Sebagai orang Jawa Timur, saya tahu persis bagaimana perjalanan karir Inul merambah dunia hiburan. Dimulai dengan kiprahnya menyanyi di panggung-panggung dangdut dari satu kampung ke kampung di Pasuruan dan sekitarnya yang kerap digelar. Mulai pentas tujuhbelasan (memperingati HUT RI 17 Agustus), panggung sunatan, hajatan pengantin, dan lain-lain, lama kelamaan goyangannya uang khas dan hot membuatnya makin dikenal lewat video-video amatir pertunjukannya di pentas-pentas musik dangdut di kampung. Mulailah Inul menjadi artis penyanyi profesional di beberapa klub disko dangdut di Surabaya. Inilah jalan panjang yang diretas Inul sampai akhirnya membawanya ke jajaran papan atas artis dangdut Ibukota bertarif milyaran. Semua itu memang didapat Inul melalui perjuangannya menciptakan satu ciri khas goyang ngebornya yang saat itu tiada duanya. Berbekal wajah yang cukup lumayan manis, body sexy yang selalu terjaga, goyang ngebor yang hot dan aduhai serta performa panggung yang selalu prima – ya, Inul memang layak diacungi jempol karena mampu membawakan beberapa lagu sekali manggung sambil bergoyang hebat tapi kualitas vokalnya tetap prima – membuat Inul makin diperhitungkan di jagad hiburan. Lalu pernahkah Inul berpikir bahwa semua itu dari mana ia dapatkan? Apakah ia bisa dengan sendirinya mengukir paras manisnya? Apakah Inul menciptakan sendiri jalinan pita suara yang mampu menghasilkan olah vokal yang bagus? Apakah body sexynya ada begitu saja? Tentu saja tidak! Semua itu ada karena kehendak dan karunia Allah!

Kalo Allah berkehendak lain, IA bisa saja menciptakan Inul kecil – yang nama aslinya Ainur Rohimah, sebuah nama yang indah dan pasti mengandung makna dan doa, ketimbang nama artisnya : Inul Daratista yang tak punya arti apapun selain aspek populis – bertampang pas-pasan, berkulit kelam, bertubuh cacat dengan komposisi pinggang dan pinggul yang tak proporsional misalnya, atau kakinya panjang sebelah. Allah juga bisa membuatnya terlahir dengan bibir sumbing yang menghasilkan sura sengau, atau bahkan lebih fatal lagi Allah bisa saja membuat Inul tuna wicara! Tapi tidak! Allah dengan sifat Rahman dan RahimNYA telah menciptakan Inul terlahir sempurna. Allah juga telah membekali Inul dengan talenta yang luar biasa. Allah pula yang telah memberikan kesempatan pada Inul untuk tetap sehat, vitalitas prima dan terjaga, sehingga setiap shownya selalu sukses. Allah jua lah yang telah membayar seluruh upaya Inul dengan kesuksesan seperti apa yang telah ia dapat sekarang. Pendek kata : tak terhitung nikmat Allah yang diberikan buat Inul selama ini!

Nah, sekarang mari kita berhitung berapa banyak yang Inul “bayarkan” pada Allah sebagai wujud rasa syukurnya atas semua nikmat dan karunia itu? Lahir dan dibesarkan di Pasuruan yang dikenal cukup agamis, saya yakin Inul cukup mengerti nilai-nilai Islam yang by nature diajarkan oleh lingkungan di sekitarnya. Umumnya masyarakat di sana – campuran antara etnis Jawa dan Madura – adalah jebolan pesantren, yang dalam dalam tradisinya sangat mengagungkan para Kiai dan Ulama’. Penampilan keseharian masyarakatnya sedikit banyak mencerminkan budaya Islami. Sejak dulu para perempuan disana kebanyakan mengenakan baju panjang dan berkerudung – bahkan ketika jilbab belum populer – serta kaum prianya bersarung. Khas penampilan masyarakat Islam tradisional. Jadi tentunya Inul tahu betul bahwa gaya berpakaiannya kini sudah jauh keluar dari “pakem” gaya berpakaian masyarakat Pasuruan kebanyakan yang nota bene agamis itu. Memang sih warga sekitar kampung Inul kagak ada yang protes soal penampilan Inul – kayaknya sih, so far tak ada yang mengemuka ke media massa – malah bangga warganya jadi penyanyi top!

Tapi yang akan saya bicarakan dalam tulisan ini adalah bagaimana Inul “membayar” segala nikmat yang Allah limpahkan padanya secara cuma-cuma. Allah yang Maha Kaya dan Penguasa alam semesta memang tak membutuhkan bayaran apapun dari kita. Bahkan seandainya seisi bumi ini tak tahu berterimakasih padaNYA, tak akan mengurangi KekayaanNYA. Kalaupun semua manusia ingkar kepadaNYA, tak akan mengecilkan KekuasaanNYA! Tapi, sebagai makhluk beradab, pantaskah kita menunjukkan perilaku tak tahu berterimakasih? Bahkan kepada sesama manusia pun kalo kita bersikap seperti itu niscaya akan dibilang tak tahu diri!
Tugas kita sebagai hamba ALLAH untuk menunjukkan rasa syukur dan terimakasih kita padaNYA cukuplah dengan menunjukkan kepatuhan pada perintahNYA, meninggalkan apa-apa yang dilarangNYA, senantiasa merawat nikmat pemberianNYA dengan sebaik-baiknya, serta mendayagunakan semua nikmat yang diberikanNYA dengan cara-cara yang diridhoiNYA. Lalu bagaimana dengan Inul? Sudahkah iya melakukan 4 hal itu? Allah jelas-jelas memerintahkan kaum wanita untuk menutup auratnya di depan laki-laki bukan muhrim, sudahkah Inul patuh? Allah jelas-jelas melarang wanita meliuk-liukkan tubuh di depan lelaki bukan muhrim, sudahkah Inul meninggalkannya (atau justru menciptakan suatu bentuk liukan tubuh sensual yang khas?). Sudahkah semua nikmat yang diberikan Allah secara cuma-cuma itu digunakan Inul dengan cara-cara yang diridhoi Allah? Inul tentu lebih bisa jujur menjawabnya!

Kalo Inul belum mematuhi perintah Allah, belum meninggalkan larangannya secara total, belum memelihara diri dan mendayagunakan kemolekan tubuhnya untuk mencapai ridho Allah, kemudian Allah murka dan muak melihat tingkahnya yang seolah “mengejek” Allah – bahkan bergabung dengan kelompok yang menentang larangan Allah – maka pantaskah Inul memvonis Allah tak lagi sayang padanya? Bukankah ia yang lebih dulu berpaling dari Allah? Adilkah kalo Inul hanya menyalahkan Allah yang seolah berpaling darinya?

Cukupkah “haji”nya dijadikan tawar-menawar dengan Allah? (Sebab saya juga dengar pernyataan Inul : “Saya kan sudah pergi haji”). Haji hanyalah salah satu saja perintah Allah dari 5 rukun Islam, diwajibkan bagi yang mampu. Kalo menilik ukuran finansial, seharusnya Inul bahkan sudah pergi haji sejak 5 – 6 tahun yang lalu. Karena saat itu ia sebenarnya sudah tergolong mampu. Untung saja Allah masih memberinya kesempatan kendati Inul telah mengulur-ulur waktu untuk menjalankan ibadah yang wajib. Dengan pergi haji seharusnya Inul justru makin paham aturan Islam. Kalo hajinya mabrur, Insya Allah ia akan makin mudah untuk tunduk patuh menjalankan perintah Allah dan kontan meninggalkan sama sekali larangan Allah. Kalo saja hidayah Allah berkenan menghampirinya… Tapi itulah, pergi ke tanah suci tak menjadi jaminan kita mendapat hidayahNYA.

Lalu, layakkah seorang yang sudah haji kemudian menerima cobaan kecil saja sudah menyalahkan Allah, bukannya introspeksi atas kekurangan kita mengabdi pada Allah?! Pantaskah kalo kemudian mengancam tidak akan sholat lagi, seolah Allah mempan diintimidasi?! Seolah Allah yang butuh banget dengan sholat kita. Seolah kalo kita gak sholat maka Allah tak lagi punya “pasukan”. Seolah Allah sangat butuh sesembahan kita. Tidak! ALLAH Maha Agung! IA Kuat! IA tak akan pernah lemah hanya karena segelintir orang tak lagi patuh beribadah padaNYA! KeagunganNYA tak bertambah karena sesembahan kita pun juga tak berkurang karena kita tak lagi menyembahNYA. IA tetaplah Penguasa Arsy yang menggenggam jiwa-jiwa kita.

Kasus Inul di atas hanyalah sekedar sebuah gambaran saja. Kasus serupa bisa saja menimpa siapa saja, dengan jenis musibah dan kadar yang berbeda-beda. Sungguh sangat jarang kita memikirkan nikmat dan karunia Allah yang setiap hari selama berpuluh-puluh tahun kita konsumsi, kita nikmati. Kita sama sekali tak pernah menghitungnya karena beranggapan semua itu toh memang harus demikian adanya. Jangankan mensyukuri, sekedar tidak iri dengan nikmat yang diberikan pada orang lain saja susah! Sudah tak terhitung nikmat yang diberikanNYA pada kita, masih kerap kita iri dengan nikmat yang diterima orang lain dan segera saja men-cap Allah tak adil!

Berapa banyak dari kita yang ketika menerima cobaan atau ditimpa musibah kemudian introspeksi dan bukannya malah mencari kesalahan pihak lain, termasuk menyalahkan Allah segala?! Banyak diantara kita yang menghitung-hitung ibadah kita kepadaNYA – yang belum tentu diterimaNYA karena mungkin bercampur riya’ dan ‘ujub – namun lupa menghitung-hitung nikmatNYA. Bagaimana kalo Allah kemudian benar-benar mengajak kita untuk hitung-hitungan, entah berapa puluh ribu tahun lagi kita harus membayar dengan ibadah kita yang tak seberapa ini?

Apalagi kalo kemudian meng-ultimatum Allah dengan akan meninggalkan sholat dan perintah-perintah Allah lainnya, karena Allah tak lagi sayang pada kita. Ibarat seorang Ibu yang mengancam tak akan memberikan uang jajan bila anaknya tak menuruti perintahnya. Seolah-olah kita jauh lebih berkuasa dibanding Allah! Ya, seolah kita mengancam Allah agar Allah selalu menuruti kehendak kita! Kalo Allah sesekali tak menuruti kehendak kita, maka itu artinya Allah tak lagi sayang pada kita; sementara kalo kita seringkali tak mematuhi perintah Allah, apakah Allah harus “maklum” dan tak boleh “menjewer” kita sebagai peringatan?!

Kalo ingin hitung-hitungan dengan Allah, sebaiknya kita hitung dulu berapa banyak nikmat Allah yang sudah kita reguk selama ini. Sudahkah kita mensyukuri dan memanfaatkannya dengan cara yang benar di mata Allah? Lalu, coba tengok diri sendiri dan coba hitung sudah seberapa banyak ketaatan yang kita lakukan, sudah berapa banyak ibadah yang kita persembahkan pada Allah? Apakah semua itu sudah seimbang untuk membayar nikmat yang kita terima dariNYA? Kalo jujur, niscaya kita akan dapati jawaban bahwa sebenarnya kita yang belum adil pada Allah. Karena itu, sebaiknya jangan pernah hitung-hitungan dengan Allah, supaya Allah juga tidak hitung-hitungan dengan kita.

Rasulullah SAW bersabda: ”Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya. Yakni, laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal, sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim)
Jelaslah bahwa ancaman bagi wanita-wanita yang membuka dan memamerkan auratnya. Yakni, siksaan api neraka. Hal tersebut menunjukkan bahwa pamer aurat dan ”buka-bukaan” adalah dosa besar. Sebab, perbuatan-perbuatan yang dilaknat oleh Allah atau Rasul-Nya dan yang diancam dengan hukuman duniawi atau azab neraka adalah dosa besar



Surabaya, 30 Juni 2008 – by Ira

Rabu, 23 Juli 2008

HARGA SEBUAH KEJUJURAN


KEJUJURAN, BARANG LANGKA DI NEGERI INI




Terminal Purabaya – atau di kalangan masyarakat Surabaya & Sidoarjo akrab dikenal dengan sebutan terminal Bungurasih, adalah tempat yang sangat tak asing lagi buatku dalam 15 tahun terakhir. Sejak diresmikan pada tahun 1991 – kalo gak salah inget sih! – tak terhitung sudah berapa ratus kali aku menyinggahinya. Soalnya sejak masih kuliah sampe sudah bekerja, aku terbiasa bolak-balik Surabaya – Bondowoso untuk menengok Ibuku yang tinggal di kota kecil bagian timur Jawa Timur itu.

Terminal Purabaya tak beda dengan ratusan terminal lainnya di negeri ini, tapi ada satu hal yang membuatku sebel dengan petugas terminal Purabaya. Mungkin bagi orang lain ini masalah sepele, “cuma” menyangkut duit receh Rp. 100,-! Tapi buatku inti persoalannya bukan itu, tapi kejujuran! Ya, “KEJUJURAN”.

Ceritanya begini : setiap calon penumpang yang hendak masuk ke peron terminal diharuskan membeli tiket retribusi terminal seharga Rp. 200,- per orang. Tentu saja di tiap loket penjualan tiket terkumpul duit receh pecahan 100 dan 200 rupiah. Tapi anehnya, tiap kali membayar dengan uang Rp. 500,- petugas penjual tiket hanya memberikan kembalian Rp. 200,-! Begitu juga kalo aku membayar dengan uang Rp. 1.000,-, kembaliannya pasti cuma Rp. 700,-! Aku sudah mencoba membeli tiket dari berbagai loket yang tersedia – baik loket permanen yang persis di depan peron, maupun loket tambahan yang dibuka saat peak season penumpang (misalnya musim liburan atau selama Ramadhan dan lebaran). Namun tampaknya upayaku ini tak membuahkan hasil. Perilaku petugas penjualan tiket itu seragam : mengutip 100 rupiah dari uang kembalian. Tak peduli apakah petugasnya pria atau wanita, sudah separuh baya dan hampir pensiun ataukah masih anak muda. Tampaknya “kutipan” 100 rupiah ini sudah jadi perjanjian tak tertulis.

Melihat fenomena seperti ini, aku justru sengaja membayar dengan uang 500-an atau seribuan. Aku mencoba menguji sejauh mana kejujuran petugas, siapa tahu suatu kali akau akan menemukan masih ada seorang petugas yang jujur. Setiap kali mendapat kembalian yang jumlahnya kurang, aku pasti tak akan beranjak dari loket – sehingga menghalangi calon pembeli tiket di belakangku – sampai petugas menanyakan : “sudah mbak, apa lagi?!” Dengan tegas aku akan menjawab : “Kembaliannya kurang Rp. 100,- pak!”. Dan selalu pula perlakuan yang kuterima sangat tidak menyenangkan. Umumnya petugas akan melempar/menyentil kepingan uang logam 100 perak dengan muka masam bahkan bersungut-sungut! Gila! Aku meminta apa yang menjadi hakku lho! Kok berani-beraninya mereka memperlakukan pelanggan seperti itu! Perlakuan seperti ini pun seragam! Artinya hampir semua petugas menunjukkan reaksi sama : marah, cemberut, melotot, ngedumel dan beragam ekspresi tak menyenangkan lainnya, saat diminta memberikan uang kembalian sesuai jumlah yang seharusnya. Kalo petugasnya cewek, wow… bisa lebih judes lagi reaksinya!

Satu kalimat yang paling kutunggu-tunggu keluar dari mulut para petugas itu, sebab aku pun sudah menyiapkan jawaban jitu. Kalimat itu adalah : “Duit 100 rupiah aja Mbak, kok dipersoalkan!”. Maka aku akan menjawab dengan tenang : “Duit 100 rupiah aja lho Pak, kok dibelain korupsi! Emangnya Bapak rela ntar dineraka dibakar cuma gara-gara duit 100 perak yang bukan hak Bapak?!”. Bahkan seandainya para petugas loket penjualan tiket kompak, aku siap ber-adu argumen dengan mereka!

Ya, persoalannya bukan cuma pada nilai 100 rupiah! Sebenarnya nilainya pun tak bisa dibilang Rp. 100,- sebab dalam sehari ada ribuan calon penumpang yang masuk peron terminal Purabaya, terminal paling gede di Jawa Timur, sekaligus sebagai pintu gerbang masuk ke Jawa Timur dari propinsi lain di Jawa. Belum lagi kalo musim liburan atau hari-hari padat arus mudik dan arus balik sekitar lebaran, bisa ratusan ribu penumpang per harinya. Kalikan saja Rp. 100,- dengan 10.000 penumpang, jumlahnya udah sejuta! Kalo 365 hari dalam setahun berapa duit “tak halal” tuh yang mereka kumpulkan dan masuk ke kantong pribadi?!

Perilaku ini sudah terjadi bertahun-tahun tanpa ada yang menghentikannya. Memang ini bukan kerugian negara sih, “cuma” kerugian para calon penumpang saja! Karena itu yang peduli untuk “ngotot” meminta hak-nya hanya segelintir calon penumpang yang kritis kayak aku ini. Bukankah kami berhak mendapat pelayanan sebagaimana mestinya dan membayar sesuai jumlah yang ditetapkan dalam Perda, bukan “dipalak” secara semena-mena oleh petugas?! Bukankah para petugas itu sudah mendapat gaji dari Pemerintah mengingat statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Perhubungan?! Aku selalu liat mereka pakai seragam kok! Lengkap dengan badge dan simbol-simbol laon yang ditempel di lengan dan dada. So, kalo ini gak bisa dibilang korupsi – sebab tak ada unsur kerugian negara – lalu istilah apa yang paling tepat untuk perilaku para petugas itu?! PUNGLI?!

Sudah hampir dua tahun ini aku jarang menginjakkan kakiku di terminal Purabaya, sebab Ibuku kini pindah ke Bekasi sehingga aku tak perlu lagi bolak-balik ke Bondowoso. Namun, beberapa hari lalu, secara tak sengaja sepulang kantor lewat radio mobil aku mendengar keluhan seseorang yang dialamatkan ke sebuah radio FM swasta di Surabaya yang terkenal selalu menyuarakan keluhan masyarakat. Si penelpon mengeluhkan perilaku petugas loket penjualan tiket retribusi di terminal Purabaya, yang selalu mengutip kembalian 100 rupiah. Dan kalo ada pembeli yang kritis meminta kembalian dalam jumlah yang sesuai, petugas akan mengemblikan duit dengan cara tak sopan dan ekspresi wajah penuh kemarahan! Nah lho! Berarti “penyakit” itu gak kunjung sembuh juga sampai sekarang!

Aku sangat prihatin dengan fenomena ini, yang seolah dibiarkan bahkan dilegalkan, buktinya berlaku di semua loket penjulan tiket tanpa kecuali! Yang membuatku sedih, petugas itu melakukannya tanpa sedikitpun terbebani rasa bersalah. Mereka mengkorup kembalian 100 rupiah sambil tetap ber-haha-hihi dengan rekan kerja di sampingnya (yang tentu saja melakukan hal yang sama). Bahkan reaksi marah kalo ada calon penumpang yang ngotot meminta duit kembaliannya utuh, menunjukkan bahwa mereka justru memandang orang seperti ini “reseh”! Padahal mereka menuntut apa yang menjadi hak mereka! Sedangkan petugas itu mengutip uang yang bukan menjadi hak-nya!

Memang, hal yang keliru tapi dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan dilakukan oleh banyak orang secara berjamaah, lama-lama akan menjadi “salah kaprah” – suatu tindakan salah yang dianggap sudah kaprah, sudah semestinya. So, kalo perilaku seperti itu sudah dianggap kaprah, jangan heran kalo lama-lama korupsi menjadi budaya yang mengakar di tengah masyarakat Indonesia! Pantesan fenomena korupsi berjamaah – dilakukan oleh oknum institusi secara beramai-ramai –makin marak di negeri ini! Orang jujur makin langka dan kejujuran jadi barang mewah yang tak terbeli lagi oleh hati nurani yang makin lama kian miskin tergerus mental materialistis. Budaya materialisme telah membuat orang jujur yang mencoba bertahan dengan prinsipnya, jadi tampak aneh di planet bumi yang makin tua bukannya makin dipenuhi manusia-manusia yang arif, namun dihuni sekelompok makhluk yang sudah jadi budak materi! Semoga kita termasuk kelompok yang “aneh” itu, namun tidak sesat di mata ALLAH! Amien.

Surabaya, 23 Juli 2008 (Ira)




Jumat, 13 Juni 2008

SEMPURNANYA KITA DICIPTAKAN ...



Kita lahir dengan dua mata di depan wajah kita,

karena kita tidak boleh selalu melihat ke belakang.

Tapi pandanglah semua itu ke depan, pandanglah masa depan kita.


Kita dilahirkan dengan dua buah telinga di kanan dan di kiri,

supaya kita bisa mendengarkan semuanya dari dua sisi.

Untuk bisa mengumpulkan pujian dan kritik dan menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah.


Kita lahir dengan otak didalam tengkorak kepala kita.

Sehingga tidak peduli semiskin apapun kita, kita tetap kaya.

Karena tidak akan ada satu orang pun yang bisa mencuri otak kita, pikiran kita dan ide kita.

Dan apa yang anda pikirkan dalam otak anda jauh lebih berharga dari pada emas dan perhiasan


DO'A DI PENGHUJUNG HARI ...


End of the Day Prayer...


God,

At the end of the day,
let me not dwell on my failures
or recount my disappointments.
Let my heart not be heavy
over the day's frustrations,
the cold voices,
and minor vexations.

Remind me that there's
so much more to life than worry,
pain and trivial strife.

Let me not be blind
to each tiny pleasure.

Remind me that each little blessing
is something to treasure.

Let me hear children's laughter,
the voice of a dear friend;
and let the warm memories
revive me...
when a long day ends.

And wrap me tight in your arms,
once my worries depart;
never let me forget Your love
lest I forget my heart.

JANGAN LELAH 'TUK MENCOBA



If You Try...


The next time you think you don'tmeasure up or that you can't do it,
remember:

Albert Einstein's parents and teachers thought he was retarded.

He couldn't speak until he was 9-years old.

He couldn't tie his shoes.

A teacher in Munich wrote in his school report,
"You will never amount to very much."

This just goes to show that no one is perfect,
and that you can go far if you try.

The key is believing in yourself
even when others don't believe in you.


Kamis, 12 Juni 2008

MEMETIK HASIL POSITIF DARI BERPIKIR POSITIF

TAHUKAH ANDA, OTAK KITA BISA “DIPROGRAM” UNTUK MERUBAH NASIB?




”Pasrah pada nasib” atau ”Menyerah pada keadaan”, itulah kalimat yang seringkali kita lontarkan saat merasa tak berdaya karena gagal mencapai cita-cita atau tak bisa memenuhi keinginan. Seringkali pula kita merasa kemalangan bertubi-tubi menimpa hidup kita. Dalam beberapa hal kadang kita merasa ”ketidak-adilan” sedang menimpa kita. ”Kenapa saya yang sudah rajin beribadah dan berbuat baik masih saja menerima nasib buruk? Kenapa orang lain yang tidak lebih baik dari saya, kok malah selalu saja lebih beruntung daripada saya?” Mungkin itu pertanyaan yang sering muncul di benak kita.

Sebenarnya ”nasib” kita berada di tangan kita sendiri. Anda-lah yang menentukan hidup anda dan menciptakan ”jalur kehidupan” anda sendiri melalui perilaku dan pola pikir anda sehari-hari. Bukankah dalam Al-Qur’an ada ayat yang mengatakan ”Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubahnya”. Bedakan NASIB dengan TAKDIR. Takdir yang tak bisa diubah hanya menyangkut 3 (tiga) hal : maut, jodoh dan rizki. Selebihnya, jalan hidup kita, kita-lah yang menentukan. Karena itu, mulai sekarang enyahkanlah pikiran : ”apapun yang terjadi, (biar) terjadilah!”. Sebab faktanya : ”yang akan terjadi adalah apa yang anda perbuat”. Jika anda tidak suka sesuatu terjadi, anda dapat merubahnya. Anda dapat mengesampingkan dan merubah situasi dengan cara berpikir dan bertindak yang berbeda dari sebelumnya. Anda bisa membuat pilihan sendiri, bahkan ketika anda merasa dipengaruhi oleh apa yang anda persepsikan sebagai ”takdir”, anda tetap punya pilihan untuk bertindak bebas, setidaknya pada saat-saat terakhir.

Hal tersebut mengacu pada prinsip bahwa jiwa/pikiran, raga/tubuh dan sukma/nyawa (mind, body & spirit/soul) sebagai satu kesatuan yang menyeluruh. Kita dapat menikmati kesehatan yang hakiki, hanya jika ketiga aspek tersebut berada dalam keseimbangan. Apapun yang anda pikirkan, katakan dan lakukan, pada hakikatnya berhubungan sedemikian rupa dengan setiap bagian dari keberadaan/eksistensi anda. Jadi, sebenarnya anda menentukan hidup anda sendiri melalui pemikiran anda sehari-hari.

Anda dapat menciptakan apapun yang anda bayangkan! Pikiran memiliki kekuatan ”magis” yang dapat menciptakan ”gambar” dan ”rencana” yang dapat anda ubah menjadi kenyataan. BERPIKIR (tentang sesuatu) adalah PERCAYA (akan sesuatu tersebut). Anda dapat membuat apapun hasil yang anda inginkan. Tapi harus diingat bahwa kekuatan pikiran ini dapat menciptakan citra positif maupun citra negatif.

Anda dapat terus menerus meng-create jalan hidup anda dengan memfokuskan pikiran dan imajinasi anda. Dalam buku ”The Little Engine That Could”, diceritakan ada seseorang yang dianggap terlalu kecil untuk mendaki sebuah gunung, sebagaimana anggapan semua orang. Tapi ia terus menerus mengatakan ”Saya pikir saya bisa!” ... dan akhirnya ia benar-benar bisa! Contoh lain adalah seorang pemain gelandang dari tim sepak bola papan atas di Amerika yang sedang mempersiapkan diri untuk pertandingan kejuaraan. Ia mempraktekkan teknik visualisasi ”imajinasi mental” ini, dengan membayangkan bagaimana dirinya tengah bermain bola dengan sebaik-baiknya. Ia terus membayangkan hal itu sepanjang tahun, terutama saat menjelang tidur. Hasilnya : ia yang semula tak pernah diperhitungkan, akhirnya terpilih menjadi gelandang terbaik nasional!

Bagaimana semua itu bekerja? Pikiran adalah sebuah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan ke seluruh alam semesta. Kemudian alam menangkap dan menyimpan energi yang dikeluarkan oleh pikiran anda. Akibatnya akan mendorong energi sejenis. Jika mengacu pada hukum ”Law of Magnetic Attraction” – yaitu ”like attracts like” – maka, seperti apa anda bertindak adalah itulah yang akan anda ”tarik” / dapatkan. Jika anda berpikir positif terhadap sesuatu, maka hasil positif pula-lah yang akan anda dapatkan. Keduanya dalam intensitas yang setara. Semakin tinggi intensitas anda berpikir positif terhadap suatu hal, makin tinggi pula intensitas keberhasilan yang akan anda dapatkan.

Pikiran anda seperti layaknya sebuah tape recorder. Berhati-hatilah menyerap segala hal yang anda katakan dan pikirkan dan bertindak sesuai apa yang anda percayai tersebut. Pikiran anda akan meng-adopt semua yang anda pikirkan; dan apa yang anda percayai akan menjadi ”nasib” yang menimpa anda. Jadi, dalam ”taman mental” anda, sebarkanlah benih-benih dari hal-hal apa yang ingin anda petik. Seperti halnya menebar benih di atas lahan subur, anda menebar ”imajinasi mental” di dalam alam pra-sadar anda. Perwujudan jelas imajinasi mental dari hal yang anda inginkan, akan membuat anda (berupaya) menarik/ menciptakan kondisi yang diinginkan, kesempatan, dan orang-orang yang punya keterkaitan untuk mewujudkan mimpi anda.

Begitu pula dalam berdoa, semakin anda yakin doa anda akan dikabulkan, maka makin cepat pula doa itu terwujud. Bukankah kata Allah ”Aku seperti sangka hambaKU”?!

Makin anda mengembangkan kemampuan ”penggambaran” / ”imajinasi” ini, makin cepat jagad raya akan merespon dengan membuat mimpi anda menjadi kenyataan. Ingatlah bahwa alam sadar anda terbatas, sementara kekuatan Tuhan tak terbatas. Anda juga harus harus bersabar, sebab kadangkala makin lama ”imajinasi mental” anda membuahkan hasil, maka hasilnya pun akan lebih besar. Berhati-hatilah selalu karena ”kekuatan” pikiran dapat bekerja dengan mencengangkan atau bahkan merusak, tergantung pada apa yang anda bayangkan. Apakah anda membayangkan kegagalan atau kesuksesan? Membangun imanjinasi positif berarti ”mengucapkan selamat” pada diri anda untuk melakukan suatu hal dengan baik. Apapun yang terjadi dalam hidup anda sekarang adalah merupakan refleksi dari bayangan yang sebelumnya telah anda susun dalam pikiran anda.

Bahkan ketika alam sadar anda dan pikiran yang masuk akal merasa bahwa anda tidak cukup berharga untuk mendapatkan imajinasi positif tersebut, atau hal itu tidak memungkinkan bagi anda untuk mencapainya, imajinasi mental anda akan memberi anda kekuatan lebih pada alam sadar anda. Jadi berhati-hatilah dengan apa yang anda bayangkan. Pastikan bahwa anda membayangkan apa yang anda inginkan, bukan apa yang orang lain inginkan atau yang dikira orang anda membutuhkannya. Sebab, siapa anda akan menentukan apa yang akan anda dapatkan!

Ciptakanlah masa depan anda sendiri dengan memilih cara berpikir yang lain dan membuat keputusan yang lain. Ada pepatah asing yang mengatakan : ”Orang bodoh mematuhi planet (nasib), sedangkan orang bijak mengacuhkannya”. Masing-masing kita terlahir dengan kecenderungan tertentu, namun masih tetap ada kekuatan dalam diri kita untuk menentukan bagian tertentu dari hidup kita, melalui pemikiran dan tindakan kita. Karena itu, tak ada salahnya anda mencoba langkah-langkah berikut :



  1. Programkanlah hal-hal baik di otak anda;

  2. Pikirkanlah/ susunlah rencana bagaimana cara mewujudkan hal itu;

  3. Terus tanamkan keyakinan bahwa anda bisa mencapainya, hingga alam pra-sadar anda memberi kekuatan lebih pada alam sadar anda untuk mewujudkan impian itu;

  4. Jangan berhenti berdoa agar ALLAH membantu anda;

  5. Bersabarlah menunggu mimpi anda menjadi kenyataan.
Selamat mencoba!

Mid of 2006.
IRA (ref. : Create Your Own Future by Linda Georgian)

SUDAHKAH KITA MEMPOSISIKAN TUHAN DENGAN BENAR?



DIMANA TUHAN BERADA?



Tayangan berita di sebuah stasiun televisi pada suatu akhir pekan di penghujung bulan Mei, mengagetkan saya dan membuat mulut saya ternganga sambil mengucap “astaghfirullah hal ‘adzhiim” dan “na’udzubillah” berkali-kali. Betapa tidak, tayangan itu memberitakan KPK (Komite Pemberantasan Korupsi) yang menggerebek Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok. Hasil : KPK berhasilmengumpulkan berpuluh-puluh amplop berisi uang suap yang besarnya bervariasi antara Rp. 7 juta sampai Rp. 35 juta. Ada pula yang dalam bentuk lembaran dollar Amerika dan dollar Singapura. Hampir di setiap laci meja karyawan bisa ditemukan amplop. Bukan itu saja, amplop juga tersebar di dalam lemari berkas, filing cabinet, karpet, musholla, bahkan disembunyikan di dalam kaos kaki!


Tampak jelas dalam tayangan tersebut para karyawan KPU Bea Cukai Tanjung Priok yang tak berdaya menghadapi kedatangan KPU yang mendadak. Sebagian diantara mereka hanya berdiri mematung membelakangi meja – wajah menghadap dinding, dan kedua tangan di belakang punggung. Mungkin memang mereka diperintahkan untuk bersikap demikian selama berlangsungnya penggeledahan, agar tak menghalangi kerja petugas KPK. Yang lebih menyedihkan, saya melihat 2 orang karyawati berjilbab yang juga berdiri mematung menghadap dinding, karena meja kerjanya sedang digeledah. Wajah keduanya tertunduk dalam. Dari raut wajah yang berusaha disembunyikan, saya rasa mereka menahan malu karena di laci meja kerja mereka juga ditemukan amplop-amplop uang suap. Na’udzubillah!


Apa yang terjadi di KPU Bea Cukai Tanjung Priok itu bukan dilakukan oleh oknum tertentu saja. Kebiasaan suap-menyuap sudah sedemikian membudaya di kalangan pegawainya, bahkan di-manage secara sistematis dan profesional. Terbukti di tiap lantai kantor tersebut ada petugas yang memang bertugas sebagai pengumpul amplop-amplop suap, untuk nantinya didistribusi. Saya yakin – meski belum pernah diberitakan – mekanisme pendistribusian serta proporsi yang akan didapat masing-masing pegawai, mungkin sudah ada aturan bakunya. Hebat! Benar-benar suap-menyuap berjamaah yang terkoordinir!


Yang lebih membuat hati saya miris, diberitakan pula bahwa malam itu selepas sholat Isya pun masih dilakukan transaksi penyuapan di musholla! Na’udzubillah tsumma na’udzubillah! Bukankah beberapa saat sebelumnya, ketika menghadap Sang Khalik, mereka telah bersumpah bahwa “sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk ALLAH, Rabb (Tuhan) sekalian alam”?! Inna sholati wa nusuki wa mayahya wa mamati lillaahi robbil ‘aalamiin. Lalu kemana gema sumpah itu?! Kenapa hanya dalam hitungan menit setelah bersumpah kepada Penciptanya, mereka dengan mudah berpaling dan mengkhianati sumpahnya sendiri?! Dimana “Tuhan” mereka tempatkan?! Bisakah kita sembunyi dari “mata” Tuhan?!
Inilah fenomena yang terjadi diantara kita, produk budaya sekularisme yang memisahkan kehidupan beragama dengan kehidupan keseharian. Seolah kita hanya menjadi makhluk Tuhan disaat kita melakukan ibadah ritual saja, selepas itu kita pun bebas berlepas diri dari Allah! Bahkan mau melanggar larangan Allah pun sah-sah saja, toh sudah keluar dari “wilayah”nya Allah?! Astaghfirullah! Begitu hebatnya-kah kita sehingga bisa mengkotak-kan Allah hanya dalam batas-batas tertentu saja?!


Kita menjadi orang yang paling taat mengikuti semua tuntunan ibadah ketika sedang berada di tanah suci untuk melaksanakan ibadah umroh atau haji. Tapi sepulang kembali ke tanah air, kita kembali menjadi manusia teman dekat “iblis” yang mau melakukan apa saja untuk mendapatkan kesenangan duniawi. Bahkan ironisnya, seolah-olah beribadah di tanah suci sebagai sarana pencuci dosa. Makanya tak jarang orang-orang kaya selalu meluangkan waktu setiap tahun sekali untuk umroh – tak peduli biaya perjalanan umroh itu didapat dari uang haram – seolah-olah dengan ber-umroh maka lebur-lah semua dosa-dosa kita.


Bahkan akhir-akhir ini kalimat tauhid dan seruan takbir seolah-olah jadi musik pengiring kegiatan kita, yang terdengar sumbang dan sangat tidak pas dengan lakon yang sedang dimainkan. Beberapa minggu yang lalu, hampir semua stasiun televisi swasta menayangkan berita sidang paripurna DPRD Jawa Timur yang diwarnai bentrok dan baku hantam anggota dewan yang terhormat, yang ironisnya diiringi seruan “Allahu Akbar” di sana-sini. Tapi kalimat takbir itu tak mampu meredakan emosi mereka yang sedang berkelahi berebut kedudukan dan jabatan. Petang ini, kembali saya menyaksikan salah satu pejabat Kejaksaan Agung – yang rekaman suaranya kemarin diperdengarkan dalam persidangan kasus suap perkara BLBI senilai 6 milyar rupiah – dengan senyum cerah mengelak bahwa dirinya terlibat dengan dalih karena ia sudah mengucapkan “Laa ilaaha illallah”. Padahal jelas-jelas rekaman suaranya itu membuat publik yang mendengar jadi geleng-geleng kepala sekaligus geram. Alasannya : dengan mengucap kalimat tauhid itu artinya dia bersih. Astaghfirullah! “Laa ilaaha illallah” rupanya sekarang sudah jadi password ampuh untuk melepaskan diri dari pertanggungjawaban, sudah jadi tip-ex yang bisa secara instant menghapus jejak keterlibatan seseorang dalam konspirasi melanggar hukum, tanpa ia perlu membuktikannya. Enak betul! Begitukah cara kita memposisikan Allah dalam kehidupan kita? Hanya dipakai sebagai “pintu keluar darurat”?!


Ketahuilah bahwa Allah begitu dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri. IA memahami apa yang ada dalam hati kita dan tahu betul apa yang bahkan baru terbersit dalam pikiran kita. IA tahu apa yang kita lahirkan maupun yang kita simpan rapat dalam bathin. IA bukan hanya tahu apa yang kita tampakkan, ytapi juga mengerti benar apa yang kita sembunyikan. Tak ada tempat bagi kita untuk berkelit dan sembunyi dari pandanganNYA. Sebab dimanapun kita berada, jiwa kita dalam genggamannya.


Tapi apa yang kerapkali kita lakukan? Betapa seringnya kita mengabaikan keberadaan Allah. Kita terlalu yakin dengan apa yang kita lakukan. Kita begitu pe-de bahwa dengan akal dan kemampuan kita, kita mampu berbuat apa saja – termasuk melanggar larangannya – tanpa ada yang perlu dikhawatirkan. Betapa seringnya kita lupa “menyapa” Allah dalam setiap aktivitas keseharian kita. Sholat seolah-olah hanya jadi event check log mesin absensi pada Allah, sehingga tak perlu menghadirkan keseluruhan diri. Begitu selesai sholat, perbuatan munkar tetap dikerjakan. Na’udzubillah!


Allah pasti tak akan ridho dengan cara kita memperlakukanNYA seperti itu. IA akan murka dan menegur kita dengan keras. Cepat atau lambat, aib yang kita sembunyikan pasti akan dibukakanNYA. Karena IA Maha Tahu aib yang mana yang akan DIA bukakan dan kapan aib kita akan dibukaNYA, maka senyampang masih ada waktu, marilah kita merevisi kembali cara kita “menempatkan” Allah dalam hidup kita.

Surabaya, 12 Juni 2008
Wassalam – Ira

Selasa, 10 Juni 2008

KEBAHAGIAAN TEMPATNYA DI DALAM HATI KITA SENDIRI




Oleh: Eko Jalu Santoso


Banyak orang yang hidup di era modern sekarang ini tanpa disadarinya telah salah dalam menempatkan orientasi hidupnya. Mereka telah beredar pada pusat orbit kehidupan yang salah, sehingga seringkali merasa tidak damai, tidak bahagia, serba kekurangan, kemiskinan hati dan kehilangan makna kehidupannya. Mereka ini banyak yang menderita penyakit yang dinamakan “Spiritual Illness”.

Kebanyakan orang menyangka bahwa sumber kedamaian, kebahagiaan dan makna kehidupan tertinggi berasal dari luar dirinya. Mereka menyangka semua itu dapat diraih melalui berbagai simbul-simbul keberhasilan duniawi seperti materi, kekayaan, kekuasaan, popularitas dan berbagai aksesories duniawi lainnya. Akibatnya mereka sibuk menggali, mencari dan berusaha mendapatkan berbagai simbul-simbul kesuksesan duniawi dengan mengabaikan sumber dari nilai dalam hatinya.

Dalam kurun waktu lebih dari 18 tahun pengalaman saya sebagai professional dan praktisi di dunia usaha, saya telah bertemu dan bekerjasama dengan orang-orang dari berbagai latar belakang kehidupan. Saya telah bertemu dan bekerjasama dengan para eksekutif, professional, pengusaha dari berbagai negara di dunia. Mengenal berbagai ragam manusia dari mulai orang-orang yang memiliki bakat luar biasa, orang yang telah meraih sukses karier professional mencengangkan, orang yang memiliki popularitas, kekayaan materi berlimpah, maupun orang-orang yang merasa dirinya gagal.

Dalam kehidupan saya juga telah bertemu dan banyak berhubungan dengan berbagai kalangan, mulai dari kalangan dunia pendidikan, kalangan anggota majelis ta’klim di Masjid, kalangan para pedagang kecil atau usaha mikro dan masyarakat umum lainnya.

Apa yang bisa saya dapatkan dari mereka ini ? Pengalaman ini memberikan sebuah pelajaran berharga, bahwa saya tidak pernah melihat dan menemukan seseorang yang berhasil meraih kesuksesan hidup sejati, kehidupan yang penuh makna yang bersumber dari simbul-simbul dari luar dirinya. Saya tidak pernah menemukan seseorang yang memiliki kedamaian hati, ketenangan jiwa, kebahagiaan sejati dan kehidupan yang penuh potensi dan keagungan yang diperoleh dari sumber dari luar dirinya.

Apa yang saya temukan adalah bahwa kebahagiaan hidup sejati, kedamaian hidup, keberhasilan yang memberikan makna dan kehidupan yang penuh potensi, itu semua bersumber dari dalam hati kita sendiri. Mereka yang mencari kedamaian, kebahagiaan dan makna hidup tertinggi yang hanya bersumber dari luar dirinya akhirnya banyak yang menemukan kesia-siaan dan kegagalan hidup. Mereka akhirnya menemukan ketidakseimbangan hidup, kemiskinan hati, kekosongan jiwa dan ketidakbermaknaan hidup.



Namun setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali kedalam hatinya, setia pada hati nuraninya dan menjalani hidup dibimbing suara hatinya akhirnya menemukan kedamaian dan kebahagiaan sejati. Mereka yang mendengarkan suara hatinya, menjalani hidup berpusat pada hati nuraninya, menempatkan hati nurani sebagai sumber motivasi kehidupannya, akhirnya menemukan keseimbangan hidup yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan, keberhasilan, kedamaian dan kehidupan penuh keagungan.

Sahabat, dalam hidup ini ada pusat gaya tarik gravitasi universal yang bersumber dari hati nurani. Artinya gaya tarik gravitasi ini berlaku bagi seluruh penduduk bumi ini. Inilah kekuatan yang sesungguhnya mengatur garis edar keseimbangan hidup manusia. Inilah pusat gaya tarik “gravitasi spiritual” yang menjadi pusat makna tertinggi kehidupan manusia. Pusat inilah yang mengatur keseimbangan hidup manusia, sehingga tidak terlempar dari garis edar keseimbangan.
Setiap individu sesungguhnya telah memiliki kecenderungan untuk beredar mengarah pada pusat gravitasi spiritual di dalam hatinya yang menjadi pusat makna hidup tertinggi. Namun sebagian dari mereka mencoba beredar keluar dari garis edar gravitasi ini. Mereka inilah yang akhirnya akan terlempar dan akan cenderung kembali lagi pada garis edar ini.

Hati adalah pusat yang memerintahkan otak atau akal pikiran. Otak atau akal pikiran manusia sebagai hambanya hati, kemudian akan memprosesnya dan memerintahkan panca indra untuk bekerja atau bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki hati. Otak atau akal pikiran manusia sebagai hambanya hati, akan sangat patuh dan selalu tunduk terhadap semua perintah hati nurani kita.

Dengan demikian mereka yang berusaha selalu beredar “inline” dalam garis edar pusat gravitasi yang bersumber pada hati akan menemukan keseimbangan hidupnya. Menempatkan hati nurani artinya menstandarisasi seluruh tindakan dalam kehidupan berlandaskan pada hati nurani. Mendengarkan suara hati nurani terdalam dan menggunakannya sebagai pembimbing dalam setiap langkah kehidupan.

Dalam pandangan Stephen R Covey dalam bukunya The 8th Habit, panggilan kita dan kebutuhan untuk era baru ini adalah untuk mengejar pemenuhan diri (fulfillment), pelaksanaan yang penuh semangat (passion execution), dan sumbangan yang bermakna (significant contribution). Itu semua dalam tataran dimensi keagungan dan kehebatan atau “greatness” yang dapat dipenuhi oleh manusia yang selalu bergerak pada orbit kehidupan “in line” yang berpusat pada hati nurani.

Mereka yang memandang kehidupan dari dalam hatinya, menjadi tidak mudah terjebak dalam kemilaunya kehidupan duniawi semata dengan mengabaikan nilai-nilai kemuliaan dalam hati. Mereka dapat mensinergikan antara “outer success” dengan “inner success”. Dapat menjalani kehidupan modern ini dengan tetap realistis, namun tetap memegang teguh idealisme berdasarkan nilai-nilai spiritual dalam hati. Hidup selalu mengedepankan nilai-nilai kebaikan, kebersamaan, kasih sayang, keadilan, kejujuran dan kebenaran sesuai suara hati nurani. Inilah yang dapat mengantarkan manusia meraih kehidupan penuh potensi dan keagungan insani.

Kalau demikian, mengapa harus mengejar sumber-sumber kedamaian, kebahagiaan dan kebermaknaan hidup yang berasal dari luar diri kita dengan mengabaikan suara hati terdalam? Bukankah semuanya bersumber dari dalam diri kita sendiri ? Maka berusahalah menggali dan mengenali suara hati terdalam dan menggunakannya sebagai sumber motivasi bagi kehidupan ini. Tetap realistis dalam kehidupan modern ini, dengan tidak mengabaikan nilai-nilai yang bersumber dari dalam hati.

Semoga Bermanfaat. Salam Motivasi Nurani.

***Eko Jalu Santoso adalah Founder Motivasi Indonesia (motivasiindonesia-subscribe@yahoogroups.com) dan penulis buku “The Art of Life Revolution” diterbitkan Elex Media Komputindo.



HADAPI TANTANGAN HARI INI

Hiduplah Saat Ini
by: Andrie Wongso



Pada suatu pagi buta, seorang pemuda mendatangi rumah gurunya yang dikenal bijak di desa itu. Dia mengetuk pintu rumah dengan keras, sambil suaranya terdengar memanggil-manggil gurunya.


Si guru sambil mengusap matanya dan menahan kuap membuka pintu sambil berkata, “Ada apa anakku pagi-pagi begini mengganggu nyenyak tidurku? Ada sesuatu yang penting?” “ampun guru, maafkan saya terpaksa mengganggu tidur guru.


Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan” Si guru kemudian mempersilahkannya masuk kedalam rumah dan pemuda itupun segera menceritakan kegundahannya yakni semalam dia bermimpi di jemput malaekat dan diajak pergi meninggalkan dunia ini.


Dia ingin menolak tetapi sesuatu seperti memaksanya harus pergi. Saat tarik menarik itulah dia terbangun sambil berkeringat dan tidak dapat tidur lagi. Timbul perasaan takut dan tidak berdaya membayangkan bila malaekat benar-benar datang kepadanya.


Si pemuda kemudian bertanya kepada gurunya, “Guru, kapan kematian akan datang kepada manusia?” Gurunya menjawab, “Saya tidak tahu anakku. Kematian adalah rahasia Tuhan”. “Aaaakh, guru pasti tahu. Guru kan selalu menjadi tempat bertanya bagi semua orang di daerah sini desak si murid. “Baiklah. Sebenarnya, rata-rata manusia meninggal berusia 70 sampai 75 tahun. Tetapi sebagian ada yang tidak mencapai atau lebih dari perkiraan tersebut”. Merasa tidak puas dia kembali bertanya “jadi, umur berapakah manusia pantas untuk mati?” sambil pandangannya menerawang keluar jendela, sang guru menjawab, “Sesungguhnya, begitu manusia dilahirkan, proses penuaan langsung terjadi. Sejak saat itu, manusia semakin tua dan kapanpun bisa mengalami kematian”. “Lalu, bagaimana sebaiknya saya menjalani hidup ini?”tanyanya lagi. “


“Hidup sesungguhnya adalah saat ini, bukan besok atau kemarin. Hargai hidup yang singkat ini, jangan sia-siakan waktu. bekerjalah secara jujur dan bertanggung jawab, usahakan berbuat baik pada setiap kesempatan. Jangan takut mati, nikmati kehidupanmu! Mengerti?” Dengan wajah gembira si murid berkata, “Terima kasih guru, saya mengerti. saya akan belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh, berani menghadapi hidup ini sekaligus menikmatinya. Saya pamit guru”.


Hiduplah saat ini, tidak usah menyesali hari kemarin, karena hari kemarin sudah berlalu, tidak usah cemas akan hari esok, karena hari esok belum datang,


Hanya hari ini yang menjanjikan kesuksesan , kebahagian bagi setiap orang yang mau dan mampu mengaktualisasikan dirinya dengan penuh totalitas!


Sekali lagi, Hiduplah saat ini!!


Salam sukses luar biasa,

Senin, 09 Juni 2008

BAGAIMANA KEHIDUPAN MENEMPA KITA



Cangkir yang Cantik




Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar. Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. “Stop! Stop!” Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum!" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. “Stop! Stop!” teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. “Panas! Panas!” Teriakku dengan keras. “Stop! Cukup!” Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum!"

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh..., ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. “Stop! Stop!” Aku berteriak. Wanita itu berkata "belum!" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! “Tolong! Hentikan penyiksaan ini!” Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku. Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin. Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.

Renungan :
Seperti inilah Tuhan membentuk kita. Pada saat Tuhan membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi-Nya untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan-Nya. "Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai cobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun."

Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena DIA sedang membentuk Anda. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai, Anda akan melihat betapa cantiknya Tuhan membentuk Anda.

PROSES KEHIDUPAN


METAMORFOSIS DALAM KEHIDUPAN


Di sebuah rumah yang memiliki perkarangan yang cukup luas, terdapat sebatang pohon yang berdaun cukup lebat. Di pohon itu, hiduplah seekor ulat daun yang hidup bersama dengan saudara-saudara dan koloninya. Ia baru saja menetas dari telur selama beberapa hari. Ia makan daun-daunan yang ada di pohon itu. Hari berganti hari, ia dan saudara-saudaranya tumbuh besar. Satu persatu koloni ulat itu mulai memisahkan diri. Ada yang pergi menuju ranting lain, ada yang jatuh ke tanah dan hidup di sana, ada yang pergi memisahkan diri ke pohon atau tumbuhan lainnya, ada pula yang tanpa sengaja masuk dan hidup di rumah di dekat pohon itu. Hidup sebagai ulat, yang termasuk salah satu hewan lemah, ulat tersebut sering mendapat ancaman dan bahaya. Entah itu karena alam yang kurang bersahabat, atau hewan lain yang ingin memakan mereka, ataupun manusia yang membenci ulat karena menjijikan. Dari koloni itu, entah tinggal berapa dari mereka yang dapat bertahan. Termasuk ulat kecil ini, ia terus berjuang mempertahankan hidupnya.

Setelah cukup dewasa, ia merasakan sakit pada tubuhnya. Kulitnya terasa panas, kering dan mengeras. Ia bingung, dan berusaha bertahan atas sakit yang di deritanya. Ia menemui satu persatu saudara dan sahabatnya yang masih bisa bertahan. Ketika ditemui adik-adiknya dan ia bertanya, tidak didapatnya jawaban, karena adik-adiknya pun tidak mengetahuinya. Lalu ia menjumpai sahabatnya yang sebaya, tetapi justru pertanyaan yang sama yang ia dapatkan. Ia pergi mencari saudaranya yang lebih tua, tidak ia temukan mereka, ia hanya mendapati tubuh saudaranya yang telah kering, tak dapat bergerak seolah tak bernyawa lagi. Di tempat lain, ia mendapati tubuh-tubuh kering tadi tampak mulai rapuh dan membusuk. Ia pun ketakutan. Apakah semua saudaranya telah mati? Apakah ia juga tak lama akan mati seperti mereka? Pertanyaan yang tiada jawab pun semakin banyak dalam pikirannya. Ia hanya bisa pasrah dan berdoa kepada Tuhan. Sakitnya pun semakin terasa, tubuhnya semakin panas, dan kaku. Tak lama pandangannya mulai pudar dan ia mulai tak sadarkan diri. Tiba-tiba yang dirasakan hanya panas yang menggelora diseluruh tubuhnya.


Ya, ia telah menjadi kepompong. Ia sedang mengalami suatu proses perubahan pada dirinya yang kita kenal dengan nama metamorfosis. Ia sendiri tidak mengetahuinya. Yang ia tahu bahwa saudara-saudaranya telah mati dan mengering. Sementara ia juga tak lama akan menyusul mereka. Metamorfosis ini adalah suatu proses yang sangat kritis bagi para ulat itu, karena selain rasa sakit yang luar biasa, juga karena mereka hanya dilindungi kulit keras kepompong mereka, jika bahaya datang, jangankan membela diri, lari pun tidak bisa. Bahkan koloni semut yang lebih kecil pun dapat membunuh mereka. Proses ini juga merupakan seleksi alam atas hidup mereka. Bagi mereka yang kuat, mereka akan melewatinya, bagi yang kalah akan mati.

Bagaimana dengan ulat kecil? Ketika ia benar-benar tersadar, ia merasa aneh dengan dirinya. Sakit tiada lagi ia rasakan, hanya saja ia merasa terhimpit diantara ruangan yang sangat sempit. Ia merasakan sendiri dalam kesesakan dan kegelapan. Kembali ia merasakan ketakutan dalam kekelamannya. Ia bertanya dalam hati, apakah ia sudah mati? Kembali ia berdoa, ia mohon pada Tuhan agar memberinya kekuatan menghadapi kekelaman dan kesesakan ini. Kemudian dengan kekuatan yang ada ia mencoba mendorong tubuhnya. Ia terkejut, tiba-tiba ia merasakan ia mempunyai kekuatan yang lebih besar dari dahulu sewaktu sebelum ia tertidur. Perlahan-lahan ia melihat cahaya masuk. Ia pun dengan sekuat tenaga mendorong tubuhnya, dan akhirnya… Ia berhasil keluar! Ia merasa berbeda, ia memiliki kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya, ia dapat melihat lebih jelas dari sebelumnya, ia dapat mencium bau harum bunga, ia tidak ingin makan daun lagi, tetapi ia ingin meminum sari bunga, dan memiliki sayap yang indah, yang bisa membawanya terbang ke angkasa.


Tak lama seorang saudara tertuanya datang menghampirinya. Saudaranya menjelaskan bahwa ulat kecil sekarang bukan lagi seekor ulat, melainkan kupu-kupu. Kemudian saudaranya mengajak ulat kecil terbang mengelilingi angkasa luas. Ulat kecil terkagum, baru sekali ini ia melihat dari langit yang sangat tinggi. Biasa ia hanya tahu berpindah dari ranting ke ranting. Kemudian ia melihat saudara-saudaranya yang masih berjuang sebagai kepompong. Ia memperhatikan bagaimana kondisi saudara-saudaranya dari atas langit. Ada seorang saudaranya yang tidak menemukan tempat yang tepat saat menjadi kepompong, sehingga ketika ia tidak dapat bergerak, angin meniupnya jatuh dan ia mati. Lalu ada pula saudaranya yang mati dimakan hewan lain seperti burung, belalang, bahkan semut. Adapula saudaranya yang tidak dapat keluar dari kepompongnya, sehingga ia mati lemas. Lalu ia melihat salah seorang saudaranya yang sedang berjuang keluar dari kepompong, lalu tiba-tiba terdapat tangan manusia yang membantu kupu-kupu itu keluar dari kepompongnya, ya ia berhasil keluar. Tetapi ia tidak bisa terbang, karena sayapnya lemah. Ia harusnya dapat keluar dari kepompong dengan kekuatannya sendiri, sehingga otot-otot sayapnya dapat berfungsi. Kupu-kupu yang tidak dapat terbang itu akhirnya mati karena tidak bisa mencari makan maupun melindungi diri.
Ulat kecil sangat sedih dan terkejut melihat berbagai peristiwa dan fenomena itu. Ingin sekali ia dapat membantu saudara-saudaranya yang lain, tetapi apa yang bisa ia lakukan? Setiap ulat harus berusaha sendiri untuk menghadapi proses metamorfosis menjadi kupu-kupu. Ia bersyukur, ia salah satu dari mereka yang berhasil melaluinya. Akan tetapi ia tahu sekarang bukan berarti ia telah mencapai puncak keberhasilan hidupnya. Ia tahu bahwa masih ada proses lagi yang harus ia jalani. Ia tidak tahu apa itu. Dan ia akan terus berjuang dan bersiap menghadapi proses selanjutnya.

Ya, memang masih banyak yang harus dialami oleh si ulat kecil yang sekarang telah menjadi kupu-kupu indah. Mungkin ia tidak lagi mengalami proses metamorfosis yang menyakitkan, tetapi ia harus dapat terus survive. Ia masih harus bertahan dalam pergantian musim, harus bertahan menghadapi berbagai ancaman dan bahaya predator, harus bertahan menghadapai makanan yang akan semakin sulit diperoleh, harus bertahan terhadap tangan jahil manusia, dan ia harus bisa meneruskan generasi kupu-kupu dengan menelurkan ulat-ulat kecil yang baru.

Dari kisah ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa hidup ini adalah suatu proses pendewasaan pribadi dan rohani. Kita bagaikan seekor ulat kecil yang sedang mengalami sebuah metamorfosis menjadi kupu-kupu dewasa yang sangat indah. Proses ini tidak mudah. Akan banyak yang gagal.Tetapi apakah kita akan menjadi salah satu yang gagal atau salah satu ulat yang akan berhasil menjadi kupu-kupu? Apakah kita akan gentar melihat orang-orang yang gagal dalam proses ini? Tentu kita akan mengalami banyak masa sulit, dimana kita benar-benar sendiri, merasakan kesesakan, kesakitan dan penderitaan. Kita tidak akan bisa mengharapkan adanya pertolongan dari orang lain, apakah itu sahabat, keluarga, pasangan hidup, mungkin semua manusia akan mengecewakan kita.

Lalu apakah kita benar-benar sendiri? Tidak, Tuhan selalu ada bersama kita, tidak pernah meninggalkan kita, selalu memberi kita kekuatan dan keyakinan untuk terus bertahan. Lalu mengapa Tuhan diam saja? Mengapa IA tidak mengulurkan tanganNya untuk membantu kita? IA bukan tidak peduli, hanya saja IA mau kita belajar benar-benar percaya kepadaNya. IA membiarkan kita belajar melalui proses, maka kita akan didewasakan secara pribadi maupun secara rohani. Dengan demikian kita akan menjadi murni seperti emas.

Jumat, 06 Juni 2008

BERBAHAGIA DENGAN PILIHAN HIDUP KITA




Oleh: Eko Jalu Santoso


Beberapa waktu lalu sekembalinya saya dari Surabaya, saya menggunakan taxi dalam perjalanan pulang dari Bandara Soekarno Hatta menuju rumah saya di kawasan Cibubur. Dengan ramah sopir taxi ini mempersilakan saya, menyapa saya dan menanyakan perjalanan saya. Tidak ada yang istimewa dari taxi ini, tetapi yang membuat berbeda adalah keramahan si sopir taxi ini dibandingkan dengan beberapa sopir taxi lainnya yang sering saya naiki sebelumnya. Selama perjalanan, kamipun terlibat saling pembicaraan yang akrab. Dari pembicaraan saya menangkap bahwa sopir taxi ini (namanya Sunardi) merasa cukup bahagia dan sangat menikmati pekerjaannya sebagai sopir taxi.

Begitu bersahabat dan ramahnya dia, tanpa sungkan saya mencoba menanyakan mengenai keluarganya dan penghasilannya dari menjadi sopir taxi . Dengan semangat dia menceritakan istrinya dan keempat anak-anaknya yang masih sekolah dan tinggal di Bekasi Timur. Meskipun penghasilannya termasuk pas-pasan, namun ia merasa sangat bersyukur dapat mengangsur sebuah rumah sederhana melalui KPR yang ditinggali keluarganya sekarang. Dia mengatakan kepada saya kalau sangat mensyukuri dan menikmati pekerjaannya saat ini, menikmati hidupnya, menikmati kebahagiaannya bersama keluarganya.

Saya sempat merenung sejenak dan tidak habis pikir, ketika membandingkan sopir taxi ini dengan beberapa kawan saya yang saat ini bekerja sebagai eksekutif, pengusaha, manager, general manager, direktur di beberapa perusahaan besar di Jakarta. Mereka ini bekerja di gedung perkantoran yang megah, ruangan kerja yang nyaman, memiliki penghasilan puluhan kali lipat dibandingkan sopir taxi ini setiap bulannya. Mereka tinggal di rumah real estate yang mewah, pekerjaan rumah dibantu oleh pembantu, memiliki kendaraan pribadi yang nyaman dan segala perlengkapan canggih untuk kemudahan hidupnya. Tetapi seringkali ketika bertemu mereka dan berbincang dengannya, mereka seringkali mengeluh, mengatakan tidak memiliki waktu, selalu diburu-buru oleh target dan pekerjaan. Mereka sering merasakan hidupnya tertekan, hidupnya penuh dengan kekawatiran, mengeluh stress, merasa kehabisan waktu dan tidak pernah bisa merasakan kedamaian hati.

Mereka begitu sibuknya mementingkan kariernya, mengejar kehidupan dunianya, mengejar kekayaan harta, seringkali mengabaikan kehidupan sosial dan kebutuhan makanan untuk pemenuhan kekayaan jiwanya. Meskipun sudah hidup berkecukupan, seringkali masih mengeluh kurang bahagia karena kurang bersyukur dengan apa yang sudah diraihnya selama ini.

Akhirnya saya lebih menyadari bahwa kebahagiaan hidup tidaklah semata-mata diperoleh melalui tingginya jabatan, fasilitas atau banyaknya harta yang sudah dimiliki, tetapi sesungguhnya ada dalam bagaimana kita menikmati setiap pilihan hidup yang dilakukan, menerima setiap yang didapatkan dengan keikhlasan, rasa syukur atas karunia Allah yang diperolehnya.

Sahabat, setiap orang berhak memilih kehidupannya, karena hidup adalah pilihan. Yang perlu kita sadari adalah ketika kita sudah menentukan pilihan kehidupan kita, maka berusahalah menjiwai peran kehidupan tersebut dan menjadikannya pilihan hidup yang dapat membahagiakan kita. Berusahalah menjadikan setiap pilihan kehidupan yang kita jalani menjadi bagian dari kebahagiaan kita. Bagaimana caranya ? Dalam salah satu bab di buku saya “The Art of Life Revolution” yang diterbitkan Elex Media Komputindo, saya membahasnya mengenai masalah ini secara lengkap dan detail. Setidaknya ada tujuh prinsip yang perlu diperhatikan dalam menjadikan realitas kehidupan kita saat ini menjadi sumber kebahagiaan hidup kita.

Sahabat, kalau kita saat ini menghabiskan sepertiga waktu hidup untuk bekerja, berusahalah memberikan makna pada pekerjaan kita sehingga menjadi bagian dari kebahagiaan kita. Kalau kita menghabiskan sebagian hidup dengan berbisnis, maka berusahalah memberi makna perbedaan yang lebih bernilai dalam bisnis kita, sehingga menjadikannya bagian dari kebahagiaan kita. Kalau kita menghabiskan sebagian besar hidup dengan pasangan hidup kita, maka berusalah menjadikan pasangan hidup kita menjadi sumber kebahagiaan kita.

Intinya, apapun pilihan hidup yang sudah kita tentukan, jadikanlah sebagai bagian dari sumber kebahagiaan kita. Kalau kita merasakan tidak bahagia dalam apa yang kita kerjakan saat ini, bagaimana mungkin mengharapkan kebahagiaan dalam realitas kehidupan kita ?

Penting bagi kita memiliki kesadaran untuk memberikan makna perbedaan yang lebih bernilai dalam setiap pekerjaan, hidup maupun bisnis yang kita lakukan saat ini.

Penting bagi kita untuk memberikan nilai yang lebih bermakna dan mulia dalam setiap pilihan hidup yang sudah ditentukan agar menjadikannya sebagai bagian dari kebahagiaan.

Kalau kita menyadari bahwa pilihan pekerjaan dan hidup yang kita lakukan saat ini belumlah memberikan potensi kebahagiaan bagi diri kita, maka segeralah melakukan perubahan. Perubahan dapat diartikan dalam sikap kita, cara berpikir kita, tindakan kita atau dalam pilihan hidup kita. Karena apa yang akan kita hadapi di masa mendatang adalah hasil dari pilihan kita saat ini. Apa yang akan kita lakukan saat ini akan menjadi sebab dari hasil yang akan kita nikmati di masa mendatang. Dengarkan suara hati terdalam dalam menentukan setiap pilihan kehidupan, sehingga apa yang kita lakukan dapat menjadi bagian dari kebahagiaan hidup kita.

Dalam soal kebahagiaan hidup, ada sebuah ungkapan bijak yang pantas kita renungkan adalah,
“Dalam soal menikmati kebahagiaan hidup, sebaiknya jangan hanya menunggu ibu peri yang mengayunkan tongkat ajaibnya untuk memberikan kebahagiaan. Namun kita harus berusaha menjadi ibu peri yang memainkan tongkat ajaib kita sendiri.”

Apakah aktivitas pilihan hidup Anda dalam bekerja, berbisnis telah menjadi sumber kebahagiaan Anda ? Lebih pastinya Anda dapat bertanya demikian, “kalau Anda meninggal hari ini, akankah Anda bahagia dengan cara Anda menghabiskan umur kehidupan selama ini ? Mampukah Anda berdiri dihadapan sang Khalik dan berkata kepada-NYA, akau merasa bahagia karena telah melakukan tugasku dalam kehidupan sesuai amanah yang Tuhan berikan ?
Renungkanlah dan pastikanlah bahwa pilihan hidup anda saat ini telah benar-benar sesuai dengan suara hati Anda. Karena apa yang menjadi kebahagiaan hidup kita, bukanlah tercipta secara kebetulan, melainkan tercipta oleh karena pilihan yang kita tentukan.

Semoga Bermanfaat. Salam Motivasi Nurani.

***Eko Jalu Santoso adalah Penulis Buku “The Art of Life Revolution”, diterbitkan Elex Media Komputindo,
Founder Motivasi Indonesia: motivasiindonesia-subscribe@yahoogroups.com

Selasa, 03 Juni 2008

THE BEST APPLES ARE NOT EASY TO BE REACHED


THE BEST APPLES

Girls are like apples on trees
The best ones are at the top of the tree
Boys don’t want to reach for the good apples
Because they are afraid of falling and getting hurt

Instead they get the rotten apples from the ground,
those aren’t as good, but easy
So, the apples at the top think something is wrong with them,
when in fact they are amazing
They just have to wait for the right boy,
the one who will risk everything
Who’s brave enough to climb all the way up to the top of the tree …





APA YANG MEMBEDAKAN HIDUP KITA


WHAT MAKES US DIFFERENT

All men and women are born, live suffer and die.
What distinguished us one from another is our dreams,
whether they be dreams about worldly or unworldly thing,
and what we do to make them come about

We do not choose to be born.
We do not choose our parents.
We do not choose our historical epoch, the country of our birth,
or the immediate circumstances of our upbringing.
We do not – most of us – choose to die;
nor do we choose the time and conditions of our death
but within this realm of choicelessness ,
we do choose how we live.


JOSEPH EPSTEIN

Senin, 02 Juni 2008

KASIH IBU SEPANJANG HAYAT


I LOVE U MOM

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata: Makanlah nak, aku tidak lapar. KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sendokku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata: Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan. KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA.

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah Atas, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim hujan tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis. Aku berkata : Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja. Ibu tersenyum dan berkata: Cepatlah tidur Nak, aku masih belum mengantuk. KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA.

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : Minumlah Nak, aku tidak haus! KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT.

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : Saya tidak butuh cinta! KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA.

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata: Saya ada duit. KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM.

Setelah lulus sekolah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk program master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat beasiswa dari sebuah perusahaan swasta. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : Aku tak biasa tinggal di negara orang. KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH.

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan. KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : TERIMA KASIH IBU!

Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sedang memikirkan sesuatu? Apakah ini benar?

Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi. Diwaktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata MENYESAL di kemudian hari.

A LETTER FROM OPRAH 4 WOMEN ALL OVER THE WORLD

For you. . . (to make a friend with men)


If a man wants you, nothing can keep him away.
If he doesn't want you, nothing can make him stay.
Stop making excuses for a man and his behavior.
Allow your intuition (or spirit) to save you from heartache.
Stop trying to change yourself for a relationship that's not meant to be.


Slower is better.
Never live your life for a man before you find what makes you truly happy.
If a relationship ends because the man was not treating you as you deserve then heck no, you can't "be friends".
A friend wouldn't mistreat a friend.
Don't settle. If you feel like he is stringing you along, then he probably is.


Don't stay because you think "it will get better".
You'll be mad at yourself a year later for staying when things are not better.
The only person you can control in a relationship is you.


Avoid men who've got a bunch of children by a bunch of different women.
He didn't marry them when he got them pregnant, why would he treat you any differently?
Always have your own set of friends separate from his.
Maintain boundaries in how a guy treats you.
If something bothers you, speak up.


Never let a man know everything. He will use it against you later.
You cannot change a man's behavior. Change comes from within.
Don't EVER make him feel he is more important than you are. . .
Even if he has more education or in a better job.
Do not make him into a quasi-god.


He is a man, nothing more nothing less.
Never let a man define who you are.
Never borrow someone else's man.
If he cheated with you, he'll cheat on you.
A man will only treat you the way you ALLOW him to treat you.
All men are NOT dogs.
You should not be the one doing all the bending. . . compromise is two way street.
You need time to heal between relationships. . . there is nothing cute.


About baggage. . . deal with your issues before pursuing a new relationship.
You should never look for someone to COMPLETE you. . . a relationship.
Consists of two WHOLE individuals.
Look for someone complimentary, not supplementary.
Dating is fun. . . even if he doesn't turn out to be Mr. Right.
Make him miss you sometimes. . .
When a man always knows where you are, and you're always readily available to him - he takes it for granted.
Never move into his mother's house.
Never co-sign for a man.
Don't fully commit to a man who doesn't give you everything that you need.


Keep him in your radar but get to know others.
Share this with other women and men (just so they know). . .
You'll make someone smile, another rethinks her choices, and another woman prepare.


They say it takes a minute to find a special person,
an hour to appreciate them,
a day to love them,
and an entire lifetime to forget them.



Regards,
Oprah Winfrey

Minggu, 01 Juni 2008

PROLOG : SEBUAH KEPRIHATINAN



31 MEI…,
HARI TANPA TEMBAKAU SEDUNIA atau HARI BEBAS ASAP ROKOK

Apa ada bedanya tanggal tersebut di Indonesia dibanding dengan hari-hari lain? Sama sekali tak ada bedanya! Alias “gak ngaruh deh!” Cuekin aja! Para perokok tetap bebas merokok sesuka hati, kapan pun dan dimana pun!

Hasil penelitian WHO menyebutkan Indonesia menduduki peringkat teratas negara pengkonsumsi rokok terbesar di dunia. Hebat!




Hebat?! Atau justru “memalukan”?! Untuk sebuah negara yang pendapatan perkapita penduduknya masih tergolong rendah dan prosentase penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan cukup besar. Ironisnya lagi, fakta bahwa di Indonesia mayoritas pengkonsumsi rokok tersebut adalah penduduk berpendapatan rendah. Survey yang dilakukan sebuah stasiun televisi swasta menunjukkan bahwa banyak penduduk dengan pendapatan di bawah Rp. 20.000,- per hari (tak sampai Rp. 600 ribu sebulan alias dibawah standar minimum untuk hidup layak bagi sebuah keluarga), tetap saja tak mau mengalah untuk tidak membeli rokok setiap hari, meskipun faktanya anak-anak mereka putus sekolah karena ketiadaan biaya, keluarganya setiap hari makan seadanya – masih untung gak tergolong gizi buruk. Betapa sebuah perilaku tak bertanggungjawab! Demi kenikmatan yang ditawarkan asap beracun, lebih baik anak – istri yang jadi korban dari pada gak merokok sehari saja! Yang lebih menyedihkan, ketika diwawancarai reporter TV, mereka dengan senyum bangga dan tawa kemenangan – seolah-olah tak ada yang salah dan perlu disesali – mengatakan hal tersebut!
Ironis memang! Sebab warga miskin dan warga berpenghasilan pas-pasan j ustru menjadi penyumbang dan ikut memperkaya para pemilik modal. Bukankah deretan atas dari daftar orang-orang kaya di Indonesia diduduki oleh para Taipan pengusaha dan pemilik pabrik rokok?!

Apa sih untungnya merokok?!
Kagak ada bagus-bagusnya sama sekali!
Setidaknya, ada beberapa dosa yang kita lakukan kalo kita tetap merokok :





  1. Melakukan kemubadziran dengan “membakar” uang. Bukankah berperilaku mubadzir itu temannya setan?! Coba hitung berapa ribu rupiah yang anda “bakar” dalam sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun. Kalikan sudah berapa tahun anda merokok. Nah, konversikan nominal rupiah itu dengan harga barang yang berguna. Jangan heran kalo jumlahnya bisa menyamai harga sebuah mobil!




  2. Bunuh diri secara perlahan namun sistematis. Kalo sebatang rokok mengandung 40.000 jenis racun kimia, dan anda menghisaprunya minimal 12 batang (rata-rata sebungkus rokok isi 12 batang) sehari, sudah berapa gram racun yang anda suntikkan ke dalam tubuh anda? Bukankah ini juga bentuk dari kufur nikmat?! Tidak mensyukuri nikmat sehat yang dikaruniakan Allah, tidak menjaga kebugaran tubuh yang sudah Allah ciptakan sempurna. Jadi tak perlu kecewa kalo Allah murka kepada anda, wahai para perokok!




  3. Melanggar HAM (Hak Azasi Manusia). Coba pikirkan : dengan merokok, anda meracuni udara sekitar, yang juga dihirup oleh orang-orang yang tidak merokok. Bukankah orang-orang di sekitar anda yang tidak merokok juga berhak atas udara bersih yang tak dicemari racun yang anda tebarkan? Saya pernah membaca sebuah artikel, bahwa perokok pasif (second hand smokers) justru lebih dirugikan, sebab limbah asap yang mereka hirup 3x (ingat : tiga kali lipat) lebih banyak dan lebih berbahaya ketimbang si perokok sendiri. Nah, tidakkah anda merasa berdosa pada sesama?


  4. Merusak karunia ALLAH berupa udara segar yang diberikan secara gratis untuk dihirup sepuasnya. Dengan menghembuskan asap penuh racun kimia ke udara bebas, berarti anda telah menodai karunia itu. Bagaimana kalau Allah murka?! Andaikan saja Allah mengenakan tarif untuk tiap meter kubik udara segar yang kita hirup – lalu tarif itu naik “menyesuaikan” dengan kenaikan harga BBM, atau “dievaluasi” setiap 2 tahun sekali seperti layaknya kenaikan tarif tol – tentu anda harus berpikir 1000x untuk mencemari udara bersih yang anda hirup dengan 40.000 jenis racun kimia. Nah, mulai sekarang cobalah pikirkan bagaimana jika asap beracun itu tidak anda hembuskan ke udara bebas, namun reguklah kembali melalui tenggorokan anda. Bisa membayangkan?!

Yang lebih memprihatinkan, contoh ketidak-pedulian pada himbauan larangan merokok di tempat umum, bukan saja dipertontonkan oleh kaum marginal, tapi juga di”teladani: oleh mereka yang berpendidikan! Salah satu pimpinan lembaga tinggi negara (Wakil Ketua DPR) – mohon maaf anggota dewan yang terhormat – bahkan dengan cueknya menghembuskan asap rokok sembari memimpin sidang parlemen. Padahal jelas-jelas ruangan tersebut ber-AC! Nah lho! Yang seperti begini mau dibilang apa?!

Jangan protes kalo Perda Larangan Merokok di tempat umum yang sempat diterapkan oleh Pemda DKI, jadi mandul. Bagaimana tidak, si pembuat undang-undang justru memberi contoh bagaimana melanggar aturan dengan penuh rasa percaya diri!

Saya pernah berada di Stasiun Gambir, disana tertulis bahwa area tersebut termasuk area larangan merokok sesuai Perda nomor sekian... dst. Anehnya, disitu justru kios penjual rokok! Dimana peran pemberi ijin?! Ketika salah satu calon penumpang kereta api super eksekutif membeli rokok di kios tersebut dan langsung menyulutnya, seorang rekannya coba mengingatkan bahwa disitu area dilarang merokok. Apa jawab si perokok?! Nah, disini ada yang jual kok. Jangan salahin gue kalo beli rokok dan merokok disini. Untung saja temannya yang sadar aturan tadi tak kehilangan akal. Dengan berseloroh ia berkata : “Kalo gue jualan kondom disini, bukan berarti elo boleh make kondomnya disini kan?!” Hahaha!!! Kontan teman-temannya pada ngakak dan si perokok pun urung menyalakan rokoknya.

Memang masyarakat Indonesia bisa dibilang “egois”, mereka cuma tau “yang penting saya enak! Peduli amat orang lain tersiksa karena saya!” Di Jepang, negara dimana mayoritas penduduk pria-nya perokok, aturan dilarang merokok disembarang tempat” sangat dipatuhi. Semua public area pasti dilengkapi dengan “smooking area”. Jangan coba-coba merokok di luar smooking area.

Bahkan di perusahaan-perusahaan pun, kebanyakan memberlakukan aturan “jam merokok”. Artinya, karyawan perokok tidak bisa seenaknya sendiri meninggalkan meja kerja atau tempat kerjanya sepanjang jam kerja, hanya untuk menghisap rokok. Ada jam-jam tertentu yang disediakan untuk merokok dengan durasi 5 – 10 menit. Konsekwensinya, anda harus menahan diri untuk tidak merokok diluar waktu-waktu tersebut. Langkah ini juga cukup efektif untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok perhari. Sebab, tiap kali “smooking bell” berbunyi, para perokok berhamburan keluar dan segera mencari smooking area, lalu buru-buru mengisap rokoknya dan cuma cukup untuk menghabiskan sebatang rokok saja! Tidak lebih.
Jadi, hak perokok dan bukan perokok, sama-sama dihargai. Ada mekanisme yang mengatur semua itu. Penegakan disiplin adalah kuncinya, kesadaran masyarakat adalah pendukungnya.

Bagaimana dengan di Indonesia? Masih jauh panggang dari api! Anehnya, ketika bangsa kita hidup di negara lain, mereka bisa mematuhi aturan. Ketika hidup di Jepang, teman-teman saya bisa tuh gak merokok sembarangan. Tidak hanya itu, warga negara Indonesia yang hidup di sana juga bisa dengan tertib menjaga kebersihan dan rela tidak menyerobot antrian. Nah, ini artinya mentalitas sebuah bangsa bisa dibentuk! Hanya tinggal supra strukturnya ada enggak? Tekad kuat dari Pemerintah untuk menegakkan aturan ada enggak?


Di negeri ini, produsen rokok menemukan “surga”nya! Tak ada biaya kompensasi yang harus mereka bayarkan. Tak ada kewajiban untuk membangun rumah sakit atau panti rehabilitasi bagi korban-korban rokok. Bandingkan dengan sejuta aturan yang diterapkan di negara-negara beradab – saya menyebut negara beradab bukan negara maju, sebab ukurannya bukan maju tidaknya suatu negara, melainkan apakah Pemerintah negara tersebut masih punya kepedulian untuk menyelamatkan peradaban umat manusia dan lingkungannya. Di negara-negara beradab tersebut, sebelum membangun sebuah industri rokok, produsen harus lebih dulu membangun sejumlah fasilitas kesehatan untuk menanggulangi penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh rokok. Belum lagi mereka juga harus bertanggungjawab atas polusi udara yang ditimbulkan asap rokok.

Di negara kita yang super baik hati ini, para produsen rokok dengan digdaya bisa jadi sponsor event-event olah raga, menggelar road show pentas musik bagi anak muda, menyelenggarakan kompetisi membuat film indie, ngadain lomba kreativitas membuat barang-barang yang inovatif. Ada pesan tersembunyi yang hendak disampaikan para produsen rokok : dengan merokok, kreativitas dan daya imajinasi, inovasi, justru lancar!

Remaja-remaja dan kaum pria tiap hari dicekoki iklan-iklan yang membangun citra seolah kejantanan ditentukan oleh sebungkus rokok!


Perilaku masyarakat pun terkadang mengenaskan. Mereka bahkan tak segan-segan merusak anak-anak mereka sendiri dengan memberi contoh yang tak sepantasnya. Aturan bahwa merokok hanya untuk remaja berusia 18 tahun lebih, jadi tak berarti jika mereka tiap hari disuguhi tontonan orang-orang dewasa yang memamerkan perilaku merokok di depan mereka. Bahkan seringkali pula orang tua dengan seenaknya menyuruh anak mereka yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak untuk membeli rokok! Tentu saja penjual rokok tak akan menolak melayani kendati pembelinya masih anak-anak. Sehingga, kalo suatu saat ada seorang anak yang masih di bawah umur membeli rokok untuk dihisapnya sendiri, penjual pun tak perlu bertanya untuk siapa si anak membeli rokok. Pada masyarakat “beradab”, orang tua macam itu tidak ada. Penjualan rokok di toko-toko sangat memperhatikan batasan minimal usia boleh merokok. Bahkan rokok yang dijual bebas di vending machine di pinggir jalan pun – tinggal memasukkan coin, keluarlah sebungkus rokok – tak ada pembeli yang masih di bawah umur.

Berangkat dari keprihatinan tersebut, saya mencoba menyajikan beberapa artikel seputar bahaya merokok, dampak negatif rokok bagi tubuh dan kehidupan, serta kiat-kiat untuk berhenti merokok! Semoga bermanfaat!


Surabaya, 31 Mei 2008
(Dirgahayu kotaku yang hari ini genap berusia 715 tahun)
Wassalam, Ira