Senin, 09 Juni 2008

PROSES KEHIDUPAN


METAMORFOSIS DALAM KEHIDUPAN


Di sebuah rumah yang memiliki perkarangan yang cukup luas, terdapat sebatang pohon yang berdaun cukup lebat. Di pohon itu, hiduplah seekor ulat daun yang hidup bersama dengan saudara-saudara dan koloninya. Ia baru saja menetas dari telur selama beberapa hari. Ia makan daun-daunan yang ada di pohon itu. Hari berganti hari, ia dan saudara-saudaranya tumbuh besar. Satu persatu koloni ulat itu mulai memisahkan diri. Ada yang pergi menuju ranting lain, ada yang jatuh ke tanah dan hidup di sana, ada yang pergi memisahkan diri ke pohon atau tumbuhan lainnya, ada pula yang tanpa sengaja masuk dan hidup di rumah di dekat pohon itu. Hidup sebagai ulat, yang termasuk salah satu hewan lemah, ulat tersebut sering mendapat ancaman dan bahaya. Entah itu karena alam yang kurang bersahabat, atau hewan lain yang ingin memakan mereka, ataupun manusia yang membenci ulat karena menjijikan. Dari koloni itu, entah tinggal berapa dari mereka yang dapat bertahan. Termasuk ulat kecil ini, ia terus berjuang mempertahankan hidupnya.

Setelah cukup dewasa, ia merasakan sakit pada tubuhnya. Kulitnya terasa panas, kering dan mengeras. Ia bingung, dan berusaha bertahan atas sakit yang di deritanya. Ia menemui satu persatu saudara dan sahabatnya yang masih bisa bertahan. Ketika ditemui adik-adiknya dan ia bertanya, tidak didapatnya jawaban, karena adik-adiknya pun tidak mengetahuinya. Lalu ia menjumpai sahabatnya yang sebaya, tetapi justru pertanyaan yang sama yang ia dapatkan. Ia pergi mencari saudaranya yang lebih tua, tidak ia temukan mereka, ia hanya mendapati tubuh saudaranya yang telah kering, tak dapat bergerak seolah tak bernyawa lagi. Di tempat lain, ia mendapati tubuh-tubuh kering tadi tampak mulai rapuh dan membusuk. Ia pun ketakutan. Apakah semua saudaranya telah mati? Apakah ia juga tak lama akan mati seperti mereka? Pertanyaan yang tiada jawab pun semakin banyak dalam pikirannya. Ia hanya bisa pasrah dan berdoa kepada Tuhan. Sakitnya pun semakin terasa, tubuhnya semakin panas, dan kaku. Tak lama pandangannya mulai pudar dan ia mulai tak sadarkan diri. Tiba-tiba yang dirasakan hanya panas yang menggelora diseluruh tubuhnya.


Ya, ia telah menjadi kepompong. Ia sedang mengalami suatu proses perubahan pada dirinya yang kita kenal dengan nama metamorfosis. Ia sendiri tidak mengetahuinya. Yang ia tahu bahwa saudara-saudaranya telah mati dan mengering. Sementara ia juga tak lama akan menyusul mereka. Metamorfosis ini adalah suatu proses yang sangat kritis bagi para ulat itu, karena selain rasa sakit yang luar biasa, juga karena mereka hanya dilindungi kulit keras kepompong mereka, jika bahaya datang, jangankan membela diri, lari pun tidak bisa. Bahkan koloni semut yang lebih kecil pun dapat membunuh mereka. Proses ini juga merupakan seleksi alam atas hidup mereka. Bagi mereka yang kuat, mereka akan melewatinya, bagi yang kalah akan mati.

Bagaimana dengan ulat kecil? Ketika ia benar-benar tersadar, ia merasa aneh dengan dirinya. Sakit tiada lagi ia rasakan, hanya saja ia merasa terhimpit diantara ruangan yang sangat sempit. Ia merasakan sendiri dalam kesesakan dan kegelapan. Kembali ia merasakan ketakutan dalam kekelamannya. Ia bertanya dalam hati, apakah ia sudah mati? Kembali ia berdoa, ia mohon pada Tuhan agar memberinya kekuatan menghadapi kekelaman dan kesesakan ini. Kemudian dengan kekuatan yang ada ia mencoba mendorong tubuhnya. Ia terkejut, tiba-tiba ia merasakan ia mempunyai kekuatan yang lebih besar dari dahulu sewaktu sebelum ia tertidur. Perlahan-lahan ia melihat cahaya masuk. Ia pun dengan sekuat tenaga mendorong tubuhnya, dan akhirnya… Ia berhasil keluar! Ia merasa berbeda, ia memiliki kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya, ia dapat melihat lebih jelas dari sebelumnya, ia dapat mencium bau harum bunga, ia tidak ingin makan daun lagi, tetapi ia ingin meminum sari bunga, dan memiliki sayap yang indah, yang bisa membawanya terbang ke angkasa.


Tak lama seorang saudara tertuanya datang menghampirinya. Saudaranya menjelaskan bahwa ulat kecil sekarang bukan lagi seekor ulat, melainkan kupu-kupu. Kemudian saudaranya mengajak ulat kecil terbang mengelilingi angkasa luas. Ulat kecil terkagum, baru sekali ini ia melihat dari langit yang sangat tinggi. Biasa ia hanya tahu berpindah dari ranting ke ranting. Kemudian ia melihat saudara-saudaranya yang masih berjuang sebagai kepompong. Ia memperhatikan bagaimana kondisi saudara-saudaranya dari atas langit. Ada seorang saudaranya yang tidak menemukan tempat yang tepat saat menjadi kepompong, sehingga ketika ia tidak dapat bergerak, angin meniupnya jatuh dan ia mati. Lalu ada pula saudaranya yang mati dimakan hewan lain seperti burung, belalang, bahkan semut. Adapula saudaranya yang tidak dapat keluar dari kepompongnya, sehingga ia mati lemas. Lalu ia melihat salah seorang saudaranya yang sedang berjuang keluar dari kepompong, lalu tiba-tiba terdapat tangan manusia yang membantu kupu-kupu itu keluar dari kepompongnya, ya ia berhasil keluar. Tetapi ia tidak bisa terbang, karena sayapnya lemah. Ia harusnya dapat keluar dari kepompong dengan kekuatannya sendiri, sehingga otot-otot sayapnya dapat berfungsi. Kupu-kupu yang tidak dapat terbang itu akhirnya mati karena tidak bisa mencari makan maupun melindungi diri.
Ulat kecil sangat sedih dan terkejut melihat berbagai peristiwa dan fenomena itu. Ingin sekali ia dapat membantu saudara-saudaranya yang lain, tetapi apa yang bisa ia lakukan? Setiap ulat harus berusaha sendiri untuk menghadapi proses metamorfosis menjadi kupu-kupu. Ia bersyukur, ia salah satu dari mereka yang berhasil melaluinya. Akan tetapi ia tahu sekarang bukan berarti ia telah mencapai puncak keberhasilan hidupnya. Ia tahu bahwa masih ada proses lagi yang harus ia jalani. Ia tidak tahu apa itu. Dan ia akan terus berjuang dan bersiap menghadapi proses selanjutnya.

Ya, memang masih banyak yang harus dialami oleh si ulat kecil yang sekarang telah menjadi kupu-kupu indah. Mungkin ia tidak lagi mengalami proses metamorfosis yang menyakitkan, tetapi ia harus dapat terus survive. Ia masih harus bertahan dalam pergantian musim, harus bertahan menghadapi berbagai ancaman dan bahaya predator, harus bertahan menghadapai makanan yang akan semakin sulit diperoleh, harus bertahan terhadap tangan jahil manusia, dan ia harus bisa meneruskan generasi kupu-kupu dengan menelurkan ulat-ulat kecil yang baru.

Dari kisah ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa hidup ini adalah suatu proses pendewasaan pribadi dan rohani. Kita bagaikan seekor ulat kecil yang sedang mengalami sebuah metamorfosis menjadi kupu-kupu dewasa yang sangat indah. Proses ini tidak mudah. Akan banyak yang gagal.Tetapi apakah kita akan menjadi salah satu yang gagal atau salah satu ulat yang akan berhasil menjadi kupu-kupu? Apakah kita akan gentar melihat orang-orang yang gagal dalam proses ini? Tentu kita akan mengalami banyak masa sulit, dimana kita benar-benar sendiri, merasakan kesesakan, kesakitan dan penderitaan. Kita tidak akan bisa mengharapkan adanya pertolongan dari orang lain, apakah itu sahabat, keluarga, pasangan hidup, mungkin semua manusia akan mengecewakan kita.

Lalu apakah kita benar-benar sendiri? Tidak, Tuhan selalu ada bersama kita, tidak pernah meninggalkan kita, selalu memberi kita kekuatan dan keyakinan untuk terus bertahan. Lalu mengapa Tuhan diam saja? Mengapa IA tidak mengulurkan tanganNya untuk membantu kita? IA bukan tidak peduli, hanya saja IA mau kita belajar benar-benar percaya kepadaNya. IA membiarkan kita belajar melalui proses, maka kita akan didewasakan secara pribadi maupun secara rohani. Dengan demikian kita akan menjadi murni seperti emas.

Tidak ada komentar: